“Dengan harga Rp25.000 saja, makanan ini sama sekali tidak mengecewakan.“

Sate kakul merupakan salah satu hidangan lokal yang saat ini sudah cukup langka. Saat kunjungan pertama saya ke Bali, saya terpaksa pulang dengan tangan hampa karena satu-satunya penjual makanan tradisional ini ternyata sudah gelar tikar. Beruntung, saat merencanakan kunjungan kedua saya ke Pulau Dewata, saya mendapatkan buku “100 Mak Nyus Bali” yang ditulis oleh Bondan Winarno, Lidia Tanod, dan Harry Nazarudin. Dari buku inilah saya kemudian menemukan Warung Sate Kakul di Ubud.
Setelah membaca deskripsinya yang lumayan singkat, saya membayangkan rumah makan ini akan dipenuhi dengan asap sate, dan penataan meja-kursinya pun kurang apik. Namun, sesampainya di dalam, saya menemukan bahwa asumsi saya itu 100 persen salah. Didirikan pada 2007, Warung Sate Kakul rupanya memiliki interior ala restoran/ kedai kopi modern. Didominasi oleh furnitur kayu lengkap dengan saungnya, nuansa rumah sangat kental terasa di restoran ini.
Tanpa ragu, saya langsung memesan satu menu komplet yang terdiri dari sate kakul, nasi putih, dan ares (sop batang pisang). Dengan harga Rp25.000 saja, makanan ini sama sekali tidak mengecewakan. Siputnya yang kenyal menjadi lebih enak karena rasa manis dan pedasnya yang pas. Sementara itu, aresnya sukses menjadi sajian pelengkap yang sempurna dengan rasa pedas yang khas. Untuk menutup pengalaman bersantap saya, saya pun memesan secangkir latte. Dengan semilir angin Kota Ubud, sate kakul yang pedas, dan secangkir kopi panas, tempat ini menjadi pilihan lokasi wajib bagi Anda yang tengah berlibur di Ubud.

Jl. Raya Kangetan
Tebongkang, Ubud, Bali
Buka setiap hari, pukul 09.00-21.00 WITA
Rp25.000/US$1,90 per porsi